Gereja Kristen Indonesia (GKI) Ngagel terletak di Jl. Ngagel Jaya Utara 81 Surabaya. Gedung gereja, gedung pertemuan, kantor gereja, perpustakaan, dan ruang pendeta terletak dalam sebidang tanah seluas + 950 meter persegi. Gedung Serba Guna (GSG), sebuah gedung dengan 4 lantai, secara rutin digunakan untuk ruang-ruang kelas sekolah minggu terletak dua rumah di samping gedung gereja.
Gedung gereja dengan kapasitas yang terbatas, yakni 252 orang, menyebabkan Kebaktian Minggu harus berlangsung dalam lima jam kebaktian : 06.00, 08.00, 10.00, 16.30 dan 18.30. Kebaktian Anak berlangsung di Gedung Serba Guna pada pk 08.00 dan 10.00, sementara Kebaktian Remaja dan Pra Remaja berlangsung di Gedung Pertemuan pada pk 08.00 dan 10.00. Semua aktivitas sehari-hari dan khususnya pada hari Minggu dapat berjalan dengan relatif lancar mengingat adanya bantaran sungai yang dapat difungsikan menjadi tempat parkir bagi mobil anggota jemaat dan simpatisan.
Dari Pucang Anom Timur ke Ngagel Jaya Utara
GKI Ngagel dimulai dengan pembukaan pos kebaktian di rumah keluarga Kho Kiem Boen Jl. Pucang Anom Timur II/31 Surabaya dalam Kebaktian Minggu, 14 Juli 1963 pk 07.30 dilayani oleh Bp. Oei Sioe Sien (Widigda MP) yang pada waktu itu menjabat sebagai Ketua Majelis GKI Djatim Kota Besar Surabaya. Pos kebaktian ini berada di bawah pengelolaan GKI Diponegoro Surabaya. Mengapa berada di bawah pengelolaan GKI Diponegoro? Kita perlu memahami pada waktu itu terdapat Penetapan dan Penerapan Peraturan Organisasi Gereja (POR) GKI Jatim Gereja Setempat Surabaya yang membagi pelayanan di Surabaya menjadi empat daerah : Diponegoro, Embong Malang, Residen Sudirman dan Sulung. GKI Diponegoro membuka pos kebaktian ini untuk mengakomodasi anggota GKI Diponegoro yang bertempat tinggal di daerah Ngagel. Pada masa itu ketersediaan transportasi tidaklah semurah dan semudah sekarang ini. Pada kurun waktu 1963 sd 1969 jumlah rata-rata pengunjung kebaktian adalah sekitar 40 orang.
Dalam perkembangan selanjutnya, dirasakan perlunya membangun sebuah gedung gereja yang lebih memadai untuk pelaksanaan ibadah , pelayanan dan kesaksian. Pada 1 Januari 1966 dilaksanakan peletakan batu pertama pembangunan gedung gereja di Jl. Ngagel Jaya Utara 81 Surabaya. Peletakan batu pertama ini dipimpin oleh Kepala Bimbingan Masyarakat Kristen, Bapak R. Rasyid Padmosoediro. Pdt. Han Bin Kong dari GKI Jatim Surabaya, daerah Diponegoro, sebagai pendeta pengasuh daerah Ngagel memimpin Kebaktian Peletakan Batu Pertama ini.
Bersyukur pada Tuhan karena kemurahan-Nya sehingga pembangunan dapat berjalan dengan lancar. Kurang dari setahun sejak peletakan batu pertama itu, gedung gereja telah selesai dibangun. Kebaktian Peresmian Gedung Gereja Jl. Ngagel Jaya Utara 81 ini berlangsung pada 13 Desember 1966, pk 16.30 dipimpin oleh Pdt. Han Bin Kong dengan nas khotbah berdasarkan 1Raja-raja 8:29 yang berbunyi “Kiranya mata-Mu terbuka terhadap rumah ini, siang dan malam, terhadap tempat yang Kaukatakan: nama-Ku akan tinggal di sana; dengarkanlah doa yang hamba-Mu panjatkan di tempat ini.” Perjalanan sejarah telah membuktikan bahwa Tuhan telah mendengarkan seruan hamba-Nya ini. Kebaktian Minggu pertama di gedung gereja yang baru ini berlangsung pada 18 Desember 1966 dengan satu jam kebaktian, yakni pk 06.00. Pada tahun 2011 ini, di gedung gereja yang bangunannya tidak banyak mengalami perubahan, berlangsung lima kali Kebaktian Minggu. Dari rata-rata kehadiran 40 orang pada tiap kebaktian minggu pada tahun 1966, pada tahun 1980 menjadi 427 dalam tiga kali kebaktian di Hari Minggu, kini menjadi rata-rata 990 dalam lima kali kebaktian di Hari Minggu.
Tuhan Memperlengkapi, Tuhan Mengutus
Dalam sejarah perkembangan GKI Ngagel, nampak peran nyata dari kaum awam. Mulai dengan keluarga Kho Kiem Boen yang bukan hanya menyediakan rumahnya bagi pelaksanaan kebaktian pos pucang, namun juga menyediakan dan membuat sendiri perlengkapan bangku-bangku untuk pengunjung kebaktian minggu, bangku untuk Sekolah Minggu dan mimbar pendeta. Bapak Kho Kiem Boen adalah seorang pengusaha kayu. Bukan hal yang kebetulan bukan? Inilah bagian dari cara Tuhan memperlengkapi gereja-Nya.
Di tengah keterbasan jumlah pendeta yang melayani di lingkup GKI pada sekitar tahun 1960-an itu, Tuhan juga memperlengkapi gereja-Nya dengan kaum awam yang melayani sebagai pengkhotbah di Kebaktian Minggu. Dalam kurun waktu tiga tahun, antara 1963 sampai dengan 1966 telah berlangsung sebanyak 179 khotbah di hari Minggu. Sejumlah 142 kali dari 179 pewartaan firman Tuhan itu dilakukan oleh orang-orang awam, bukan pendeta, baik anggota Majelis Jemaat maupun aktivis gereja. Tuhan memperlengkapi gereja dengan menggerakkan umat-Nya untuk melayani.
Pada tahun 3 April 1974 dilaksanakan Kebaktian Pengembangbiakan GKI Jatim Surabaya dari satu gereja setempat menjadi lima gereja : Diponegoro, Embong Malang, Residen Sudirman, Sulung dan Ngagel. Salah satu dampak dari pengembangbiakan ini adalah penyerahan Bakal Jemaat Krian ke dalam tanggung jawab GKI Ngagel. Tuhan memperlengkapi gereja-Nya dengan tanggung jawab yang baru. Bakal Jemaat Krian ini akhirnya diresmikan menjadi GKI Krian pada tahun 2001.
Tuhan yang memperlengkapi gereja-Nya juga adalah IA yang mengutus umat-Nya. Pelayanan anak berkembang ke wilayah Pondok Tjandra Indah bertempat di Keluarga Budyo Asmoro (anggota GKJW). Pada tahun 1985, Majelis Jemaat memutuskan untuk menjajaki pembelian tannah di perumahan Pondok Tjandra Indah (PTI) untuk pembangunan gereja. Tuhan yang mengutus juga adalah Tuhan yang mencukupkan. Bapak Tjandra Sugiarto (Developer PTI) tergerak untuk mempersembahkan lahan seluas 1000 meter persegi di Jl. Taman Asri Utara untuk pembangunan gereja. Ketersediaan lahan ini masih diikuti dengan kesediaan Bapak Eka Tjipta Widjaja (mertua dari Bp. Tjandra Sugiarto) untuk membangun gedung gereja di tanah yang dipersembahkan itu. Pembangunan dapat berjalan lancar sehingga setelah peletakan batu pertama pada 15 Agustus 1986, kebaktian perdana dapat berlangsung pada 6 September 1987. Pendewasaan jemaat menjadi GKI Pondok Tjandra Indah terjadi pada tahun 1992.
Menatap Masa Depan
Salah satu aspek yang tak terpisahkan dari kehidupan bergereja adalah kehadiran pendeta jemaat. Di dalam perjalanan sejarah GKI Ngagel, beberapa pendeta telah, sedang dan akan mengambil bagian dalam perjalanan umat Tuhan. Mulai dari Pdt. Pranata Gunawan yang melayani dalam periode 1971-1978, Pdt. Sutedjo yang melayani mulai 1977 hingga emeritasinya pada tahun 2006 dan kini terus melayani, Pdt. John Nenobais pada tahun 1982- 2000, Pdt. Simon Filantropha pada tahun 1989-2001, Pdt. Sutrisno pada tahun 1995 sampai 2002 dan kemudian diteguhkan sebagai pendeta di GKI Krian. Pada tahun 2005, Pdt. Wahyu Pramudya ditahbiskan sebagai pendeta.; dan pada tahun 2009, Pdt. Florida Rambu Bangi Roni ditahbiskan sebagai pendeta.
Hadirnya pendeta jemaat yang silih berganti ini menjadi tanda bahwa generasi terus berganti, menyajikan tantangan yang baru. Berbekal kesetiaan dan pemeliharaan Tuhan di masa lalu, GKI Ngagel siap menatap masa depan.